NEWS AND TIPS

| General
Mitos-mitos Marketing di Media Sosial

Mitos-mitos Marketing di Media Sosial

Media sosial telah menjadi strategi marketing penting, kalau bukan yang terpenting. Dan seperti umumnya strategi marketing, media sosial juga tak luput dari banyak mitos. Namun meski mitos tersebut telah dibantah fakta-data, banyak orang termasuk marketer profesional sekalipun masih mempercayainya.

Media sosial adalah lanskap yang terus berubah. Siapapun Anda, marketing profesional atau bukan, perlu mengetahui mana yang merupakan fakta mana yang merupakan mitos marketing di media sosial. Anda perlu membuat strategi marketing media sosial yang berdasarkan fakta, bukan mitos.

Anda mungkin pernah mendengar mitos-mitos marketing di media sosial dari teman atau rekan kerja. Artikel ini akan mecoba menjelaskan kenapa mereka salah. Kenapa Anda harus berhenti mempercayai mitos-mitos berikut:

1. Pelanggan saya tak main media sosial

Tahun ini, 2021, tak kurang dari 3,7 Milyar orang aktif di media sosial. Platform media sosial untuk semua kebutuhan dan tipe orang telah tersedia. Famili dan teman terhubung lewat Facebook, instagram atau twitter. Profesional berjejaring lewat LinkedIn, dan sebagainya.

Salah satu platform media sosial berkemungkinan besar diikuti oleh pelanggan potensial brand atau bisnis Anda. Tak mungkin tidak. Anda hanya harus mencari platform yang tepat.

2. Harus bergabung dengan semua platform media sosial

Meski ada banyak platform media sosial bukan berarti Anda harus bergabung dengan semuanya. Perlu diingat, marketing adalah soal menggunakan data untuk mendapat hasil paling maksimal. Jika sebuah platform tidak membawa hasil, tinggalkan.

Anda hanya perlu bergabung dengan platform yang punya audiens tepat. Lakukan riset terlebih dahulu baru kemudian membangun strategi dan taktik di platform yang tepat.

3. Hanya perlu follower yang potensial jadi pembeli

Kualitas follower penting, ya. Tetapi jangan meremehkan kekuatan follower yang masif. Ada kemungkinan follower potensial Anda tinggal di luar wilayah penjualan, atau demografis Anda.

Semakin banyak penggemar dan pengikut artinya semakin banyak calon pelanggan potensial Anda. Jika follower Anda kebetulan seorang influencer, Anda juga punya kemungkinan dilihat follower mereka. Ketika mereka membagikan konten Anda, SEO Anda meningkat. Mereka juga mungkin akan langsung merekomendasikan merek atau bisnis Anda. Tapi ini bukan berarti Anda tak perlu menargetkan follower spesifik. Yang terbaik adalah menargetkan keduanya: spesifik dan masif. 

4. Hanya perlu posting pada hari kerja

Data menunjukkan sebagian platform media sosial paling ramai di hari kerja, sebagian justru pada saat akhir pekan. Anda perlu mengetahui waktu yang paling sering digunakan audiens Anda untuk bermain media sosial. Lakukan posting terjadwal jika ternyata aktifitas mereka lebih tinggi pada akhir pekan.


5. Meminta teman atau keluarga “Like” dan “Follow” setiap postingan bisa meningkatkan engagement

 Algoritma Facebook, Instagram, semua platform media sosial tidak akan membuatnya terjadi. Anda membutuhkan interaksi audiens yang beravariasi agar postingan Anda dapat lebih ramah algoritma media sosial, menaikkan eksposur dan engagement.

Jadi, ketimbang meminta teman dan keluarga untuk “like” postingan Anda, sebaiknya Anda fokus membuat followers Anda tertarik untuk melakukannya.


6. Harus merespon semua komentar secepatnya.

Kecuali sifatnya komplain dan informasi penting seperti solusi sebuah masalah, Anda tidak harus selalu menjawab setiap komentar dengan segera. Anda menjalankan bisnis, ada banyak hal yang harus diurus. Orang akan paham, Anda tidak perlu memaksakan harus membalas sesegera mungkin.


7. Media Sosial hanya tempat untuk menjalin percakapan, bukan tempat untuk membagikan konten promosi.

Menjalin percakapan bukan berarti tidak penting. Anda tak bisa mengabaikan penggemar, tapi penggemar bukan inti segalanya marketing di media sosial.

Mempublikasikan sesuatu yang bermanfaat, meskipun itu sifatnya promosi, tetap punya peluang mendapat perhatian, membuat fans Anda berkunjung ke website atau halaman pembelian.


8. Marketing di media sosial tidak menghasilkan penjualan

Jelas salah. Media sosial tidak hanya menawarkan engagement, awareness, atau peningkatan ekuitas merek belaka. Media sosial juga menghasilkan leads dan pelanggan yang membeli, titik. 

Lihat fakta berikut: 

54% pengguna media sosial melakukan aktifitas riset produk di sana. Iklan Facebook digunakan oleh 70% marketer, dan ada lebih dari 9 juta iklan aktif di sana pada Q2 2020.

83% penggunanya menggunakan Instagram untuk mendapatkan informasi jasa dan produk baru dan 87% dari mereka setelah itu melakukan aksi lanjutan, dari mulai bertanya sampai membeli.

Menjawab komplain pelanggan di media sosial meningkatkan advokasi pelanggan sebesar 25% 

54% Gen Z dan 49% Milenial lebih memilih media sosial untuk mendapatkan iklan.

79% orang mengatakan keputusan pembelian mereka didasari oleh User Generated Content di media sosial. Media sosial adalah tempat paling masuk akal untuk meningkatkan penjualan.

9. Hashtags diperlukan untuk setiap postingan.

Inti hashtag adalah membuat sebuah postingan tergabung dalam topik tertentu percakapan umum.  Artinya, meski hashtag bagus untuk postingan mengenai sebuah acara, seperti webinar, dll, tapi jangan khawatir juga jika postingan Anda tidak tak jadi pusat perhatian. Tak perlu juga menaikkan target kalau jadi trending topik. Cukup jadikan hashtag sebagai cara memudahkan audiens terkait untuk mendapat informasi, bukan untuk menghasilkan penjualan luar biasa. 

10. Media sosial harus selalu dipantau

Sering terjadi: Anda terus menatap layar komputer, membuka lima tab sekaligus untuk setiap platform media sosial Anda, terus menerus mengeceknya bergantian dan menekan tombol refresh seperti seorang maniak. Stop melakukan ini.

Anda dapat memantau media sosial menggunakan software yang memberi notifikasi setiap ada hal penting. Atau cukup pantau media sosial Anda setiap satu atau dua jam untuk melihat apakah ada hal penting yang perlu direspon segera.

11. Manager media sosial harus fresh graduate atau punya pengalaman tahunan.

Ini tak cuma mitos tapi hal yang harus diabaikan. Menjadi seorang manager media sosial, atau pekerjaan apapun, tak ada hubungannya dengan seberapa muda atau tua usia seseorang. Semua orang bisa belajar dan membuat kesalahan pada usia berapapun.

Ketimbang menjadikan usia sebagai syarat jadi manager media sosial, lebih baik cari seseorang dengan syarat punya kemampuan analitikal sekaligus kreatif yang bagus. 

12. Media sosial hanya digunakan anak muda

Begitukah? Pikir lagi. Lihat data ini:

Akhir 2020, 40% pengguna internet rentang usia 46-55 ada di LinkedIn. Tahun ini, setidaknya 55% pengguna Facebook berusia diatas 35 tahun, dan tahun 2019 lebih dari 80% pengguna internet rentang usia 45-65 tahun menonton Youtube.


13. Platform baru seperti Snapchat dan Tiktok tak perlu digubris

Snapchat dan TikTok adalah media sosial yang menarik generasi milenial dan Gen Z karena unik, banyak konten konyol namun menyenangkan. Snapchat mengalami perkembangan pesat karena konten pendek, filter AR, dan fitur Bitmoji.

Terlepas dari kenyataan bahwa kedua platform ini menyuguhkan banyak konten pendek dan konyol, tidak berarti Anda dapat mengabaikannya. Mereka juga mumpuni untuk meningkatkan kredibilitas dan kesadaran merek/produk.

Sekarang ini sejumlah besar merek - dari penerbit hingga perusahaan B2C - telah membuat profil atau iklan untuk TikTok. Salah satunya adalahThe Washington Post. Meskipun tampil sangat formal di platform lain, tapi mereka menggunakan TikTok untuk menyoroti sisi lucu dan manusiawi ruang redaksi. Demikian pula di Snapchat. Sejumlah bisnis besar juga gencar melakukan promosi berbayar di Snapchat Discover.

Anda seharusnya menganggap serius platform media sosial populer apa pun. Tapi, seperti yang kami katakan sebelumnya, Anda harus mengidentifikasi platform mana yang paling cocok, baik dari sisi audiens maupun strategi.


14. Tidak punya cukup materi untuk dibagikan di media sosial

Mitos karena Anda bisa memposting ulang, membagikan konten orang lain, atau membuat ulang sebuah konten dengan materi sama.

Gunakan materi yang bersifat evergreen, atau berguna selamanya, meski dipost ulang dan dipost ulang kembali dalam waktu tertentu. Tapi tentu jangan melulu persis sama. Lakukan sedikit modifikasi dan post kembali setelah sekian lama.  

 

15. Media Sosial memberi orang kesempatan untuk menghujat perusahaan Anda.

Saat ini orang bisa menghujat di mana saja, tidak hanya di platform media sosial. Mereka bisa melakukannya di platform lain seperti ulasan Google, Yelp, dan sebagainya. Tidak menggunakan media sosial bukan berarti perusahaan Anda akan steril dari hujatan terbuka. Hal yang harus Anda lakukan dalam konteks ini adalah menghadapinya. 

Tanggapi setiap hujatan atau kemarahan dengan profesional dan sediakan solusi yang menyenangkan. Jika itu bisa Anda lakukan, hujatan bisa berubah jadi pujian.

16. Media sosial tak punya metrik pengukuran yang solid.

Banyak software pengukuran metrik yang ditawarkan saat ini. Dan software-software ini bisa mengidentifikasi banyak hal, misal, berapa banyak lalu lintas yang didorong media sosial ke situs web Anda, berapa banyak prospek penjualan yang dihasilkan media sosial Anda, dan berapa banyak dari prospek tersebut yang menjadi pelanggan.

Anda bahkan dapat menghitung hal-hal seperti biaya per prospek rata-rata dan pelanggan dan secara agregat. Persis sama seperti yang Anda lakukan dengan saluran pemasaran lainnya.

17. Media sosial artinya pemasaran gratis.

Gratis untuk bergabung, ya. Tapi ada investasi sumber daya yang harus dilakukan. Anda mungkin perlu membayar seorang karyawan untuk mengelola akun Anda dan membangun strategi. Dan, saat strategi media sosial Anda tumbuh lebih sukses, Anda mungkin perlu menambah investasi waktu dan uang.

Untungnya, media sosial masih menjadi salah satu cara paling murah untuk menambah audiens, meningkatkan kesadaran merek, dan pada akhirnya mendapat pasar.



source:hubspot